Saturday 23 March 2013

Tutor Sebaya, Sebuah Solusi untuk Mendongkrak IPK

Tutor Sebaya dikenal dengan pembelajaran teman sebaya atau antar peserta didik, hal ini bisa terjadi ketika peserta didik yang lebih mampu menyelesaikan pekerjaannya sendiri dan kemudian membantu peserta didik lain yang kurang mampu. Alternatifnya, waktu khusus tiap harinya harus dialokasikan agar peserta didik saling membantu dalam belajar baik satu-satu atau dalam kelompok kecil.
Menurut Winarno Surakhmad (1994: 53), tutor sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik. Ini merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif. Rasa saling menghargai dan mengerti dibina di antara peserta didik yang bekerja bersama.Peserta didik yang terlibat tutor sebaya akan merasa bangga atas perannya dan juga belajar dari pengalamannya. Hal ini membantu memperkuat apa yang telah dipelajari dan diperolehnya atas tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Ketika mereka belajar dengan tutor sebaya, peserta didik juga mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk mendengarkan, berkonsentrasi, dan memahami apa yang dipelajari dengan cara yang bermakna. Penjelasan melalui tutor sebaya kepada temannya lebih memungkinkan berhasil dibandingkan guru. Peserta didik melihat masalah dengan cara yang berbeda dibandingkan orang dewasa dan mereka menggunakan bahasa yang lebih akrab.
Metode ini dilakukan dengan cara memberdayakan siswa yang memiliki daya serap yang tinggi, siswa tersebut mengajarkan materi/latihan kepada teman-temannya yang belum paham. Metode ini banyak sekali manfaatnya baik dari sisi siswa yang berperan sebagai tutor maupun bagi siswa yang diajarkan (Suhito, 1986: 42). Peran guru adalah mengawasi kelancaran pelaksanaan metode ini dengan memberi pengarahan dan lain-lain.
Dalam penggunaan metode pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti halnya tutor sebaya. Uraian di atas adalah beberapa kelebihan metode tutor sebaya, sementara kekurangan metode ini antara lain, tidak semua siswa yang pintar (tutor sebaya) mampu menjelaskan dengan baik.
Dalam perkembangannya, metode pembelajaran tutor sebaya ini dimanfaatkan oleh mahasiswa bidikmisi Unnes untuk mendongkrak IPK mereka. Inisiatif ini muncul setelah didapatinya 39 mahasiswa bidikmisi Unnes yang IPK-nya masih kurang dari 3,00, padahal mereka diwajibkan untuk memiliki IPK minimal 3,00.
Awalnya, mahasiswa yang akan mengikuti program ini dikumpulkan untuk diberikan pembekalan. Pada saat pelaksanaan pembekalan tutor sebaya, peserta dipertemukan dengan tutor mereka yang berasal dari prodi yang sama. Setelah itu, beberapa dosen yang merupakan pendamping mahasiswa bidikmisi memberikan motivasi untuk meningkatkan prestasi akademik. Seusai pembekalan, peserta dan tutor sebaya tiap fakultas diberikan seorang dosen pembimbing yang bisa mereka mintai bimbingan dan nasihat selama berlangsungnya proses program tutor sebaya.
Alhasil, setelah mengikuti program tutor sebaya ini, sebagian besar dari 39 mahasiswa bidikmisi Unnes yang tadinya memiliki IPK kurang dari 3,00 kini berhasil mendongkrak IPK-nya menjadi lebih dari 3,00. Agaknya, inilah alasan tetap diteruskannya program tutor sebaya yang telah dijalankan. Bahkan, pada tahun 2012 ini peserta tutor sebaya bertambah karena dari 1.450 mahasiswa bidikmisi angkatan 2011, ada 125 orang mahasiswa yang IPK-nya masih kurang dari 3,00.
Dengan bertambahnya peserta, bertambah pula tutor sebaya yang dibutuhkan. Oleh karena itu, berbeda dengan sistem pemilihan tutor sebaya tahap I yang hanya menggunakan sistem penunjukkan langsung, pada tahap II ini diadakan open recruitment bagi mahasiswa yang berminat untuk menjadi tutor sebaya melalui seleksi.
Dengan terus dikembangkannya metode pembelajaran tutor sebaya ini, diharapkan tidak hanya mahasiswa bidikmisi yang IPK-nya masih kurang saja yang mengikuti, namun mahasiswa bidikmisi maupun mahasiswa non-bidikmisi lainnya juga mau memanfaatkan metode ini demi meningkatkan prestasi mereka, bukan hanya sekadar untuk memenuhi kewajiban. Hal ini senada dengan kesan dan harapan salah seorang mahasiswa bidikmisi Unnes dari jurusan Bahasa Inggris, Khoirul Hasan, yang mengungkapkan bahwa tutor sebaya sangat membantu peningkatan pemahaman mata kuliah yang dirasa sulit. Selain itu, ia berharap program ini lebih dikembangkan lagi, sehingga nantinya tidak hanya diperuntukkan bagi mahasiswa bidikmisi saja, namun juga mahasiswa lain yang membutuhkan.

Monday 18 March 2013

Piano



Sounds are swaying
Insist me not to stop listening
Sounds from paradise
As warm as a sunrise

Feel its smoothness
Lower thy heart resonance
Lead thee to a peaceful shore
That never ever found before

Home Sweet Home (Not Anymore)



There are so many
Moments to remember
It’s not that so easy
To forget all of them forever

That home….
Where I grew up
Will be taken over
By a stranger

Am I wrong?
Sink in this sadness….

That home….
Where I said “mama”
For the first time

That home….
Where I saw “papa”
For the last time

Am I wrong?
Sink in this sadness…..

Sunday 17 March 2013

Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa)

Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Universitas Negeri Semarang terletak di Jalan Ampel Gading Raya, Kelurahan Kalisegoro, Gunungpati, Semarang. Proses pembangunan rusunawa ini memakan waktu yang cukup lama, mulai dari tahun 2009 hingga siap ditempati pada tahun 2011. Sejarah rusunawa Universitas Negeri Semarang berawal dari pengajuan proposal dari pihak Universitas Negeri Semarang kepada Kementrian Perumahan Rakyat sebagai usualan pembangunan rusunawa sebagaimana telah direalisasikan di beberapa universitas negeri lainnya seperti UGM dan IPB.
Selama pembangunan rusunawa ini, banyak bermunculan tanda tanya dari para mahasiswa terkait kapan rusunawa siap difungsikan, siapa yang berhak menempati, dan berapa biaya yang akan dibebankan. Awalnya, rusunawa ini diperkirakan akan siap ditempati pada Agustus 2010. Yang berhak menempati rusunawa ini adalah para mahasiswi yang berprestasi, baik akademis maupun non akademis. Setiap penghuni rusunawa akan diwajibkan membayar biaya sewa sebesar satu juta dalam setahun. Setiap kamarnya akan dihuni tiga mahasiswi baru dengan satu room leader mahasiswi lama sebagai koordinator mereka. Tapi dikarenakan belum terpenuhinya seluruh fasilitas, rusunawa baru siap ditempati pada Agustus 2011. Sedangkan yang berhak menempati rusunawa adalah mahasiswi penerima beasiswa bidikmisi dengan membayar biaya sewa sebesar delapan puluh ribu rupiah setiap bulannya.
Secara keseluruhan, rusunawa bisa ditempati oleh sekitar 384 orang karena ada 96 kamar yang masing-masing terdiri atas empat kasur, dua almari besi yang cukup besar dan satu buah tempat jemuran kecil. Rusunawa terdiri atas lima lantai, dimana lantai ke-dua hingga lantai ke-lima masing-masing terdapat 24 kamar tidur dan 16 kamar mandi. Di lantai pertama terdapat kantor manajer rusunawa, kantor satpam, ruangan cleaning service, mushola, dua kamar mandi, tempat wudhu dan tempat parkir. Selain itu, di lantai dasar ada tiga kantin, dua tempat laundry dan sebuah ruang serba guna.
Sebagai sebuah tempat yang diharapkan dapat mencetak generasi yang prestatif baik dari segi akademis maupun non akademis serta berakhlak mulia, rusunawa dikelola sebaik mungkin dengan dibentuknya susunan organisasi. Selaku manajer adalah Bapak Heri Tjahjono, serta Bapak Nurkhin selaku pembina program-program rusunawa seperti pembinaan kerohanian dan program English Village yang diharapkan dapat mengantarkan Universitas Negeri Semarang sebagai universitas yang go internasional. Selain itu, ada juga seorang ibu asrama, seorang asisten ibu asrama, empat orang satpam, dan empat orang petugas kebersihan. Para mahasiswi penghuni rusunawa pun turut terlibat dalam susunan pengurus. Dari sekitar tiga ratus mahasiswi penerima bidikmisi tahun 2011 yang menghuni rusunawa, ditunjuk seorang ibu lurah dan delapan orang ibu RT. Setiap ada informasi dari manajer maupun pembina rusunawa, ibu asrama atau asistennya akan segera meneruskan informasi tersebut kepada ibu lurah, dan ibu lurah pun akan segera meneruskannya kepada para ibu RT yang pada akhirnya informasi tersebut akan segera tersampaikan kepada seluruh penghuni rusunawa.
Adanya sistem yang sudah cukup baik tersebut ternyata sangat berpengaruh terhadap jalannya program-program rusunawa. Sejauh ini, program-program tersebut dapat berjalan dengan cukup lancar. Program pembinaan kerohanian dilaksanakan secara rutin setiap Kamis malam sekitar pukul 19.30 WIB s.d. 21.30 WIB. Program pembinaan kerohanian ini dirancang seperti perkuliahan aktif dimana ada materi yang dilanjutkan dengan tanya jawab. Pemateri sendiri biasanya didatangkan dari dosen-dosen Universitas Negeri Semarang, baik dosen PAI, dosen Bahasa Arab, dan yang lainnya. Program lainnya adalah program English Village, yaitu program pelatihan Bahasa Inggris dimana para mahasiswi penghuni rusunawa diwajibkan mengikuti program tersebut sebanyak dua kali dalam sepekan. Untuk para tutor sendiri, didatangkan langsung dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, baik mahasiswa semester lima maupun semester tiga yang secara sukarela memberikan pelatihan Bahasa Inggris kepada para mahasiswi penghuni rusunawa.
Meskipun fasilitas yang ada di rusunawa sudah cukup memadai dan program-program pembinaan sudah berjalan dengan cukup lancar, label sempurna masih belum dapat disematkan pada rusunawa mengingat masih adanya kekurangan, yaitu mengenai lokasinya yang jauh dari kampus dan masih terbatasnya sarana transportasi dari dan ke kampus. Inilah yang menjadi alasan para mahasiswi yang masih enggan menghuni rusunawa. Namun, Umi Mabruroh, mahasiswi Akuntasi penghuni kamar 5B 02 yang ditemui penulis saat observasi ke rusunawa mengatakan, hal tersebut tidaklah menjadi kendala besar karena jarak antara rusunawa dan kampus masih sanggup ia tempuh dengan berjalan kaki. Lagipula, jika dibandingkan dengan semua fasilitas yang didapatkan selama tinggal di rusunawa, hal tersebut bukanlah apa-apa. “Saya pribadi merasa cukup puas tinggal di sini karena airnya selalu lancar, keamanan terjamin, makanan, laundry dan biaya sewa yang relatif murah, ditambah program pembinaan kerohanian dan pelatihan Bahasa Inggris yang sangat bermanfaat bagi saya dan teman-teman semua,” ungkap Umi kepada penulis.
Akhirnya, rusunawa Universitas Negeri Semarang yang telah dirancang sedemikian rupa diharapkan mampu mencetak generasi-generasi yang prestatif, kompetitif dan berakhlak mulia. Dan dengan diberlakukannya peraturan untuk menempati rusunawa selama satu tahun saja diharapkan akan dapat mengefektifkan dan memaksimalkan pembinaan kepada mahasiswa Universitas Negeri Semarang agar nantinya mampu bersaing di tingkat regional, nasional maupun internasional.

Studi Lapangan Bidikmisi Tahun 2010 UNNES ke ITB dan UPI

Berhentinya laju bus pukul setengah satu dini hari, Jumat, 18 November 2011 membangunkan kami dari tidur singkat sejak berangkat malam harinya pukul 21.00 WIB dari kampus Universitas Negeri Semarang. Rupanya masih ada satu peserta lagi dari PGSD Tegal yang akan melakukan perjalanan bersama kami menuju Kota Kembang.
Bus terus melaju kencang membawa sedikitnya sepuluh orang dosen dan dua puluh empat mahasiswa bidikmisi UNNES angkatan 2010 yang akan melakukan studi lapangan ke kampus Institut Teknologi Bandung dan Universitas Pendidikan Indonesia untuk lebih mengenal mahasiswa bidikmisi yang ada disana, berikut program-program unggulan inspiratif yang mereka miliki.
Setelah menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak dan bersih diri, akhirnya pukul 08.30 WIB kami tiba di kampus ITB. Aroma jiwa-jiwa inovatif dan pencetus teknologi kreatif langsung tercium sepanjang langkah kami menuju salah satu aula yang sejuk tanpa pendingin udara karena sistem sirkulasi udaranya yang baik. Di tempat ini, selama kurang lebih satu setengah jam kami habiskan untuk menyaksikan presentasi dari para pengurus Forum Bidikmisi ITB yang dilanjutkan dengan diskusi bersama mengenai program-program bidikmisi yang ada di ITB dan UNNES.
Seperti halnya mahasiswa bidikmisi UNNES yang memiliki forum bernama Unnes Scholarship Community (USC), mahasiswa bidikmisi ITB pun memiliki wadah tersendiri yang bernama “Forum Bidikmisi ITB”. Forum Bidikmisi ITB ini memiliki enam divisi, yaitu Divisi Ekonomi, Divisi Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA), Divisi Kekeluargaan, Divisi Karya dan Inovasi, Divisi Kajian dan Aksi serta Divisi Humas. Setiap divisi memiliki beberapa program unggulan. Contohnya Divisi Karya dan Inovasi yang mengawali kiprah Forum Bidikmisi ITB dengan mengadakan kegiatan donor darah dan sosialisasi bidikmisi ke daerah-daerah yang ada di sekitar ITB. Dengan kegigihan pengurus Forum Bidikmisi ITB yang didukung seluruh mahasiswa bidikmisi di ITB yang berjumlah 1.150 orang, kami rasa tidaklah mustahil untuk mencapai visi Forum Bidikmisi ITB, yaitu “Satu Asa Berkarya untuk Indonesia” dengan misinya membangun rasa kekeluargaan dan membangun semangat bermimpi dan berkarya nyata bagi Indonesia.
Tepat pukul 11.30 WIB, presentasi dan diskusi antara mahasiswa bidikmisi UNNES dan ITB diakhiri dengan penyerahan kenang-kenangan dan foto bersama. Mengingat masih ada satu tempat lagi yang akan kami tuju, kami segera kembali ke bus dan langsung meluncur ke sana. Pukul 12.30 WIB, kami tiba di tempat studi lapangan kami yang kedua, yaitu IKIP tertua di Indonesia yang sekarang kita kenal dengan nama Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Setelah beristirahat dan sholat, kami berkumpul di aula untuk berdiskusi mengenai program-program bidikmisi yang ada di UNNES dan UPI. Ketika memasuki aula, kami merasa seperti memasuki rumah sendiri karena keluarga besar bidikmisi UPI yang tergabung dalam Forum Lingkar Bidikmisi UPI menyambut kami dengan begitu hangat. Sebelum memulai diskusi, kami sudah disuguhi nasi timbal yang sangat nikmat, sangat pas untuk menghilangkan rasa lapar.
Sekitar pukul 13.30 WIB, diskusi dibuka oleh perwakilan dari Forum Lingkar Bidikmisi UPI. Meskipun jumlah mahasiswa bidikmisi yang ada di UPI mencapai 1.050 orang, namun karena sedang dilaksanakan ujian tengah semester maka hanya ada 11 orang saja yang bisa hadir sebagai perwakilan. Diskusi diawali dengan pengenalan lima departemen yang ada di dalam Forum Lingkar Bidikmisi UPI, yaitu Departemen Humas dan Publikasi, Departemen Human Research and Development (HRD), Departemen Edukasi, Departemen Perekonomian serta Departemen Kerohanian. Setiap departemen memiliki beberapa program unggulan. Namun berbeda dengan sasaran program-program bidikmisi yang ada di ITB yang kebanyakan adalah eksternal anggota, sasaran program-program bidikmisi yang ada di UPI kebanyakan adalah anggota Forum Lingkar Bidikmisi UPI itu sendiri. Hal ini dikarenakan Forum Lingkar Bidikmisi UPI dibentuk dari, oleh dan untuk mahasiswa bidikmisi yang ada di UPI.
Setelah melaksanakan diskusi yang cukup lama, sekitar pukul 15.30 WIB pertemuan kami ditutup dengan penyerahan kenang-kenangan dan foto bersama. Jika ditarik kesimpulan, mahasiswa UNNES, ITB maupun UPI memiliki kesadaran yang sama untuk membentuk sebuah wadah untuk berkumpul dan berbagi lengkap dengan program-program unggulan yang bermanfaat baik bagi pihak luar maupun intern anggota.
Dengan melangkahkan kaki keluar kampus UPI, maka usai sudah kegiatan studi lapangan kami ke Bandung. Dengan menyimpan berbagai ide-ide baru di kepala kami masing-masing, kami bertekad untuk terus maju sesuai dengan tujuan studi lapangan kami, yaitu untuk meningkatkan tekad mahasiswa bidikmisi UNNES untuk tetap termotivasi untuk berprestasi dan berkarya baik akademik maupun non-akademik.